KLATEN, NYATANEWS – Proses pemindahan makam desa di Dukuh Bladon, Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, Klaten, sebagai salah satu lahan terdampak proyek jalan tol Solo-Yogya, menyisakan masalah. Panitia pemindahan makam dinilai kurang transparan dalam pengelolaan dana. Selain itu, puluhan makam yang telah dipindahkan diduga kuat fiktif.
Sejumlah warga yang menjadi ahli waris pemindahan makam di Desa Pepe mengeluhkan tidak adanya laporan pertanggung jawaban (LPJ) dari pihak panitia pemindahan makam. Selain tidak adanya laporan, salah seorang ahli waris juga mepertanyakan adanya pungutan sebesar Rp1 juta oleh panitia pemindahan makam.
“Ini juga ada beberapa makam yang tidak diketahui identitasnya dan ahli warisnya. Di sini ditulis atas namanya XXX. Begitu. Ganti rugi makam yang atas nama Mbah Bladon juga diserahkan ke siapa? Lha wong tidak ada ahli warisnya,” demikian kecurigaan warga yang meminta identitasnya tidak disebut ini, sambil menyerahkan bukti dokumen berisi makam yang patut diduga fiktif.
Saat dikonfirmasi, Handoko, selaku ketua panitia pemindahan makam menyampaikan, bantuan pemindahan makam tidak melewati pemerintahan desa. Waktu itu, warga langsung berkirim surat ke pihak pemerintah kecamatan dan pemerintah kabupaten Klaten.
“Surat berisi permintaan pembentukan panitia pemindahan makam agar tidak melewati pemerintah desa. Akhirnya, pemindahan makam bisa terlaksana,” kata Handoko ditemui di rumahnya, Selasa (21/01/2025).
Terkait data atas nama makam yang ditulis XXX, Handoko menegaskan, makam-makam tersebut sudah diterima salah seorang warga Bernama Sayono, selaku ahli waris. Handoko menyebut jumlahnya 10 makam. (Saat dicek lanjut ke tempat pemakaman yang baru, jumlahnya ternyata mencapai 30 makam).
”Kalau makam Mbah Bladon, saya yang menerima, selaku ketua panitia. Yang mengurusi pemindahan makam,” tegas Handoko.
Saat diminta menunjukkan data atau berkas dokumen atas nama Mbah Bladon, Handoko mengatakan datanya sudah diminta dan diserahkan ke pihak desa. Handoko membantah dinilai kurang transparan. Semua berkasnya sudah diserahkan ke pihak desa. Handoko mengaku lupa rinciannya. Dia hanya ingat, waktu itu digunakan untuk membayar pendoa sebesar Rp140 juta.
“Diserahkan sama pak Eko Prasetyo., pak Carik Desa Pepe,” sebut Handoko.
Sementara, konfirmasi lanjut ke Sayono, kakek 70 tahun ini mengaku memang ikut didata. Dia juga hanya disuruh hadir ke Balai Desa Pepe.
“Tapi saya tidak menerima uang (ganti rugi makam). Semuanya panitia yang mengurus. Saya cuma hadir di balai desa,” cerita Sayono di rumahnya, Selasa (21/01/2025), sesaat setelah tim Brantas beranjak dari rumah Handoko.
Ditemui di kantor desa, Kepala Desa Pepe, Siti Hibatun Zulaika mengatakan, pihak pemerintah Desa Pepe tidak tahu menahu tentang pemindahan makam yang terdampak tol. Warga Dukuh Bladon minta membentuk panitia sendiri dan tidak melibatkan pihak desa.
“Pihak desa (sebenarnya) sudah mencarikan makam pengganti. Jika mau dipakai silahkan,” katanya, Rabu (22/01/2025).
Sementara, Sekretaris Desa (Sekdes) Eko Prasetyo, saat dikonformasi terkait makam Mbah Bladon, menyampaikan, sejak awal pemerintah desa memang tidak dilibatkan.
“Saya malah tidak tahu. Saya tidak pernah ikut mengurusi atau meminta data terkait pemindahan makam. Termasuk, data makam yang atas nama Mbah Bladon,” tegas Sekdes Eko, Jumat (23/01/2025). (SGN/PUR)